Sabtu, 01 Januari 2011

Tuduhan Arthur Jeffery tentang Mushaf Ibn Mas'ud


BANTAHAN TERHADAP FITNAH PARA ORIENTALIS


Salah seorang dari kaum orientalis Arthur Jeffery (m. 1959) mengutip pendapat yang menyebutkan bahwa Ibn Mas’ud menolak menyerahkan mushafnya kepada Uthman ketika Uthman mengirim teks standart ke Kufah dan memerintahkan supaya teks-teks lainnya dibakar.
Ibn Mas’ud marah karena teks standart tersebut diprioritaskan, padahal teks yang disusun oleh Zayd ibn Thabit yang jauh lebih muda. Ketika Ibn Mas’ud sudah menjadi muslim, Zayd masih berada dalam pelukan orang-orang kafir.
Ada sebuah kesalahan besar dari Jeffry, dia sama sekali tidak mengungkap sikap menyeluruh dari Abdullah ibn Mas’ud, padahal dari kedua buku yang diedit oleh Jeffry, disebutkan dengan jelas bahwa ibn Mas’ud menimbang kembali pendapatnya yang awal dan akhirnya kembali lagi kepada pendapat Uthman dan para sahabat lainnya. Ibn Mas’ud menyesali dan malu dengan apa yang telah dikatakannya.
(Kitab al-Mabani, yang diedit oleh Jeffery pada tahun 1954 menyebutkan Ibn Mas'ud menyesali sikapnya dan menyetujui Mushaf `Uthmani. Lihat Arthur Jeffery, Kitab al-Mabani, hlm. 95. Bandingkan juga dengan Kitab al-Masahif, 1: 193-195.)

Mengomentari tidak dimasukkannya Ibn Mas’ud sebagai tim kodifikasi, Ibn Hajar al-‘Asqalani berpendapat bahwa saat pembentukan tim kodifikasi, Ibn Mas’ud tidak berada di Kufah, padahal pada waktu itu Uthman sangat terdesak untuk membentuk tim kodifikasi di Madinah.





Jeffery mengatakan: "Tentu saja terdapat kemung­kinan al-Fatihah sebagai sebuah doa dikonstruksi oleh Nabi sendiri, tetapi penggunaannya dan posisinya di dalam AI­-Qur'an kita saat ini dikarenakan para penyusunnya, yang menempatkannya, mungkin di halaman awal Mushaf Stan­dar. " (It is possible, of course, that as a prayer it was con­structed by the Prophet himself, but its use and its position in our present Qur'an are due to the compilers, who place it there, perhaps on the fly-Ieaf of the standart Codex).
(Lihat Arthur Jeffery, "A Variant Text of the Fatiha," MW 29 (1939), 158.)

Untuk menguatkan argumentasinya, Jeffery berpendapat bukan hanya dari kalangan para sarjana Barat saja yang menyatakan al-Fatihah bukan bagian dari Al-Qur'an. Dari kalangan Muslim  juga ada yang berpendapat demikian, se­perti Abu Bakr al-Asamm (m. 313), sebagaimana yang di­sebutkan oleh Fakhr al-Din al-Razi.

Jeffry mengutip pendapat yang sangat marginal untuk menjustifikasi pendapatnya, padahal al-Razi sendiri mengakui bahwa al-Fatihah adalah bagian dari Alqur’an. Nama lain dari al-Fatihah sebut al-Razi adalah al-Asas karena salah satu alasannya, ia merupakan surat pertama dari Alqur’an (annaha awwal surah min Al-Qur'an).
(Fakhr al-Din al-Razi, al-Tafsiral-Kabir, II jilid (Beirut: Dar Ihya al-Turath al-'Arabiyy, cetakan ketiga 1999), 1:158.)

Bahkan al-Razi sendiri pun menolak pendapat yang mengatakan abwa Abdullah ibn Mas’ud mengingkari surat al-Fatihah sebagai bagian dari Alqur’an.

Selain itu, Jeffry juga mengutip pendapat dari kelompok syi’ah, sebagaimana yang disebutkan dalam Tadhkirat al A’immah, karya Muhammad Baqir Majlisi. Jeffery melan­jutkan pendapatnya tentang varian bacaan al-Fatihah dengan mengutip berbagai Qurra'
(Athur Jeffery, "A Variant Text of the Fatiha," MW 29 (1939), 159-62.)

Pendapat Jeffry ini sangat lemah, karena al-Fatihah adalah surah di dalam Al-Qur’an yang paling sering dibaca dan dibagian yang integral dari setiap rakaah. Di dalam shalat yang dapat didengar (Subuh, Maghrib, Isya), al-Fatihah dibaca 6 Kali dalam satu hari dan 8 kali pada hari Jum’at.
Oleh sebab itu, al-Baqillani menyimpulkan Ibn Mas’ud tidak pernah menyangkal bahwa al-Fatihah dan juga surah al-mu`aw-widhatayn adalah bagian dari Al-Qur’an atau orang lain salah dengan mengatasnamakan pendapat Abdullah ibn Mas’ud.
(Muhammad Mustafa al-A'zami, The History of the Qur'anic Text, 199-00.)




SURAT AN-NAS DAN AL-FALAQ


Pendapat Jeffery salah karena yang dari murid-murid Ibn Mas`ud seperti `Alqama, al-Aswad. Masruq, al-Sulami, Abu Wa'il, al-Shaibani, al-Hamadani dan Zirr meriwayatkan Al­-Qur'an dari Ibn Mas`ud secara keseluruhan 114 surat. Hanya seorang murid `Asim, yang meriwayatkannya berbeda.

Selain itu, Jeffery sendiri mengakui terdapat dua versi yang berbeda mengenai mushaf Ibn Mas’ud. Versi yang dikemukakan oleh Ibn Nadim di dalam Fihrist berbeda dengan versi al-Suyuti di dalam Itqan. Menurut Jeffery, versi ibn Nadim tidak lengkap disebabkan daftar tersebut ditulis dengan rusak. Fihrist menyebutkan secara eksplisit ada 11o surah sementara di dalam daftar hanya 105 surah. Begitu juga versi yang ada di Itqan. Bukan saja surah 1, 113 dan 114 yang tidak ada, surah 50, 57, dan 69 juga tidak ada. Jadi Jeffery menyimpulkan bahwa versi surah-surah yang ada di Itqan tersebut mungkin terbuang karena kesalahan tulisan (Scribal error)
(Arthur Jeffery, Materials, 21-23.)

Argumentasi Jeffery sendiri sudah mengungkapkan masih terdapat banyak masalah untuk membuktikan otentisitas Mushaf Ibn Mas`ud itu sendiri. Karena itu, tidaklah tepat un­tuk menganggap bahwa Mushaf Ibn Mas`ud rival apalagi sederajat dengan Mushaf 'Uthmani. Susunan surah Mushaf Ibn Mas`ud dalam Fihrist dan Itqan juga berbeda.
Fihrist misalnya menyebutkan surah 68, setelah surah 56, sedangkan dalam Itqan, setelah surah 56, surah 79. Di dalam Fihrist, sete­lah surah 75, surah 77, sementara di Itqan, surah 75, setelah surah 77. Begitu juga, setelah surah 93, surah 94 di dalam Fihrist, sementara di Itqan, setelah surah 93, surah 86.
Selain itu, Ibn Nadim juga menyebutkan bahwa dia sendiri telah melihat al-Fatihah di dalam Mushaf lama Ibn Mas`ud. Selain itu, seandainya Surah al-Nas dan al-Falaq bukan bagian dari Al-Qur'an, niscaya banyak riwayat akan muncul yang membenarkan fakta tersebut. Namun riwayat tersebut ti­dak ada. Oleh sebab itu, maka Mushaf Ibn Mas`ud tidak bisa di­jadikan tolak ukur untuk menolak kesahihan Mushaf `Uthmani.




Sumber: Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an karya : Adnin Armas M.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar